Rabu, 26 Oktober 2011
Teori Motivasi Kerja
1) Teori Kebutuhan Maslow cit Handoko (1992), mengemukakan teori tentang motivasi yang dikenal dengan teori hierarki kebutuhan. Maslow menyebutkan bahwa faktor pendorong yang menyebutkan seseorang bekerja adalah motivasi. Faktor ini berasal dari aneka kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya. Maslow menyampaikan bahwa kebutuhan manusia tersusun secara hierarki. Bila suatu kebutuhan telah dapat dicapai oleh individu, maka kebutuhan yang lebih tinggi segera menjadi kebutuhan baru yang harus dicapai. Konsekwensinya untuk jangka panjang, personel tidak dapat dimotivasi hanya oleh penghargaan dan perasaan sukses saja, yang lebih penting adalah memberi kepastian penjelasan yang cukup dan jaminan keamanan kerja sebagai pegawai tetap. Adanya perbedaan tingkat kebutuhan merupakan basis dari rancangan insentif untuk memotivasi personel. Perbedaan kebutuhan ini disebabkan faktor nilai standar dan pola pelaksanaan atau tentang karakteristik, tujuan dan minat personel, pengetahuan kita sangat terbatas tentang faktor-faktor tersebut. Untuk itu perlu adanya saling pengertian yang tinggi antara pimpinan organisasi dan personel untuk menyamakan persepsi tentang tujuan Rumah Sakit dan Personel. Piramida kebutuhan dasar manusia tersusun sebagai berikut: 1. Tingkat I Kebutuhan fisiologi, 2. Tingkat II: Kebutuhan rasa aman, 3. Tingkat III: Kebutuhan rasa memiliki, 4. Tingkat IV: Kebutuhan penghargaan, 5. Tingkat V: Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi seperti: makanan, papan, dan berkeluarga yang hanya dapat dicapai oleh personel bila gaji dan tunjangan dapat memenuhi kebutuhan pokok tersebut. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan terlindungi dari bahaya, ancaman dan perkosaan hak, pada dunia kerja kebutuhan ini bagi personel adalah aman dari penyakit akibat kerja, bebas dari ancaman pemecatan, kejelasan dari peraturan pekerjaan dan personalia. Kebutuhan rasa memiliki seperti: cinta kasih, penerimaan dan berserikat. Kebutuhan rasa memiliki bagi personel adalah dipenuhinya lingkungan dan iklim kerja yang menyenangkan bagi personel yang mendorong setiap individu merasa sebagai bagian essensial dari Rumah Sakit. Kebutuhan penghargaan adalah otonomi, keberhasilan, berkembang, penghargaan, pujian, dan merasa berharga. Kebutuhan ini bagi personel Rumah Sakit adalah mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari pengabdiaannya bekerja. Bentuk penghargaan ini berupa finansial, kenaikan gaji dan bonus serta sosial seperti pelatihan. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kemerdekaan, kebebasan, kreativitas dan memenuhi kebutuhan sendiri. Ini merupakan jenis kebutuhan tertinggi menurut Maslow. Kebutuhan ini bagi personel Rumah Sakit ditampilkan dalam bentuk keinginan pengembangan karir, adanya kesempatan untuk menampilkan produktivitas dan kualitas kerja yang tinggi dan adanya kesempatan untuk mengembangkan dan mewujudkan kreativitas. 2) Teori Motivasi Kerja Teori Frederick Herzberg menyebutkan motivasi ada dua faktor yaitu faktor intrinsik atau internal, yang dimaksud dengan motivasi internal adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu yaitu apabila baik, maka akan termotivasi. Dan faktor ekstrinsik atau faktor eksternal adalah motif-motif aktif dan berfungsinya karena ada perangsangan dari luar yaitu bila terpuaskan, maka akan termotivasi. Faktor intrinsik meliputi: pengakuan, pencapaian dan tanggungjawab. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi: gaji/upah, kondisi lingkungan dan kebijakan dan administrasi (Siagian, 1995). 3) Teori Evaluasi Kognitif Pada tahun enampuluhan berlangsung berbagai penelitian yang menghasilkan pendapat (teori) bahwa ada hubungan antara faktor-faktor motivasional yang intrinsik dengan faktor-faktor yang bersifak ekstrinsik. Teori ini kemudian dikenal dengan istilah “evaluasi kognitif”. Menurut teori ini, apabila faktor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik diperkenalkan, seperti upah atau gaji yang besar sebagai imbalan bagi usaha penyelesaian tugas, yang tadinya memberikan kepuasan bagi pekerja yang bersangkutan secara intrinsik akan cenderung mengurangi tingkat motivasional seseorang. Dengan perkataan lain, menurut teori ini, apabila organisasi menggunakan imbalan yang merupakan motivasional ekstrinsik bagi pelaksanaan pekerjaan dengan baik, faktor-faktor motivasional intrinsik, menjadi berkurang. Pertanyaan yang tentunya segera timbul adalah mengapa demikian. Jawaban yang biasanya diberikan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah bahwa dengan faktor-fraktor ekstrinsik, seseorang merasa kehilangan kendali atas perilaku sendiri sehingga motivasi intrinsik yang tadinya kuat menjadi melemah. Artinya penghapusan imbalan ekstrinsik dapat menghasilkan peralihan dalam persepsi seseorang tentang faktor penyebab ia melakukan satu kegiatan tertentu dan mengakibatkannya mencari faktor-faktor intrinsik yang terdapat dalam dirinya sendiri. Betapapun seseorang menyenangi pekerjaanya melalui mana diperolehnya kepuasan yang sifatnya intrinsik seorang pekerja tetap mengharapkan dan membutuhkan penghasilan, berbagai imbalan, penghargaan dan promosi sebagai balas jasanya kepada organisasi dan juga sebagai sarana memuaskan berbagai kebutuhannya, baik yang bersifat materi maupun yang bersifat psikologis (Siagian, 1995). Antara motivasi instrinsik dan ekstrinsik sulit untuk menunjukkan mana yang lebih baik. Yang dikehendaki adalah timbulnya motivasi instrinsik, tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul (Handoko, 1992). Sumber: Handoko M., 1992, Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku, Kanisius, Yogyakarta Hasibuan, P.S., (1996), Organisasi dan Motivasi, Bumi Aksara, Yogyakarta Sofyan, Herminarto, 2004, Teori Motivasi dan Aplikasinya dalam Penelitian, Nurul Jannah, Gorontalo Siagian, S. P., (1995), Teori Motivasi dan Aplikasinya, PT. Rineka Cipta, Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke blog ini, berikan komentar atau follow this blog