Kamis, 18 Agustus 2011

PENERAPAN KOMPONEN PMK DALAM SISTEM REMUNERASI

by udin
Komponen PMK yang terdiri dari 5 poin di atas dapat diterapkan dalam penghitungan poin untuk penerapan uji kompetensi perawat sebagai salah satu tahap pelaksanaan sistem remunerasi. Berikut menurut Hennessy, 2008, diuraikan penerapan komponen tersebut kaitannya dengan uji kompetensi dimaksud:
1. Standar Pelayanan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat dan bidan harus dalam koridor standar yang ditetapkan baik secara lingkupnya nasional maupun institusi pelayanan. Standar ini sangat membantu perawat dan bidan untuk mencapai pelayanan yang berkualitas. Melalui pelayanan yang diberikan akan mencerminkan tujuan utama institusi yaitu pencapaian visi, misi, tujuan & falsafahnya. (Mulyana, 2006)
SOP merupakan tolok ukur dlm menilai mutu & penampilan kinerja, memberi arah dan bimbingan langsung dalam asuhan sehingga dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, inspeksi dan akreditasi. Berdasarkan fungsi tersebut, maka ada persyaratan SOP yang harus dipenuhi yaitu: secara berkala harus direvisi sesuai situasi, kondisi dan perkembangan IPTEK. Pada beberapa rumah sakit yang telah menerapkan sistem informasi berbasis komputer, SOP ini telah dikembangkan dengan sistem komputerisasi. Sehingga apabila pada pelaksanaan evaluasi seperti assessment competencies (uji kompetensi lokal/ uji kompetensi dengan standar rumah sakit tertentu saja), maka dapat dievaluasi secara langsung performa klinik perawat dan bidan. Nilai dari evaluasi penampilan klinik ini bisa diinput ke komputer dan dibandingkan dengan SOP yang berlaku di RS tersebut, sehingga didapatkan hasil apakah perawat tersebut memenuhi standar operasional yang berlaku di sana atau perlu dilakukan pengulangan evaluasi kinerja.

2. Adanya uraian tugas.
Uraian Tugas/ pekerjaan adalah pernyataan tertulis untuk setiap tingkat jabatan dalam unit kerja yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab dan kualitas yang dibutuhkan. Uraian tugas ini sangat bermanfaat untuk menyeleksi individu yang berkualitas, menyediakan alat evaluasi, menentukan budget, penentuan fungsi depertemen hingga klasifikasi fungsi depertemen. Untuk itu uraian tugas pun harus mengikuti perkembangan IPTEK dan perkembangan kebijakan organisasi.
Uraian tugas perawat harus memperhitungkan segala aspek seperti beban kerja, waktu efektif bekerja (FTE), tugas- tugas keperawatan, tugas- tugas non keperawatan, jabatan termasuk predikat/ kriteria perawat seperti PK I-V. Selanjutnya setelah semua poin perhitungan itu dijabarkan, maka dapat dimasukkan data dari kriteria penilaian untuk masing- masing personil perawat.
Uraian tugas ini secara langsung dapat cepat mendeteksi beban kerja perawat/ bidan. Bila terjadi tingginya beban kerja maka dapat segera diantisipasi dengan pelimpahan tugas non keperawatan/kebidanan kepada petugas lain ( Pekarya, Administrasi), jika memungkinkan penambahan jumlah petugas (Perawat, Administrasi, Pekarya), ataupun bila terdeteksi beban masih rendah maka dilakukan pengarahan bimbingan kepada staf untuk melakukan tugas-tugas keperawatan dan kebidanan yang belum dilakukan.

3. Adanya indikator kunci dalam kinerja klinik
Adalah variabel untuk mengukur suatu perubahan untuk melihat mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan ke arah yang lebih baik. Indikator ini lebih menitik beratkan pada hasil akhir dari semua tindakan pelayanan yang telah dilakukan oleh perawat dan bidan (outcome). Biasanya variabel ini merupakan pelengkap yang harus ada dari uraian tugas serta SOP yang telah disusun. Indikator kunci ini tidak secara langsung menjadi perhitungan poin dari sistem remunerasi yang ada, namun lebih terkait erat dengan kualitas/ mutu rumah sakit yang bersangkutan. Dengan adanya indikator kunci yang telah disepakati, maka itu dapat mencerminkan mutu rumah sakit termasuk baik/ tidak. Sebagai contoh adalah angka plebitis di rumah sakit:
Jumlah pasien dengan pemberian infus yang terkena plebitis
Jumlah semua pasien yang menggunakan infus

150 orang plebitis
500 org dgn infus

Dari data tersebut, dapat dianalisis bahwa terdapat 30% yang menderita plebitis, ini merupakan temuan untuk memacu rumah sakit mengevaluasi bagaimana pelayanan tis keperawatan dan kebidanan yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan standar rumah sakit atau tidak. Selain itu juga dapat menjadi tujuan tambahan bagi rumah sakit untuk menurunkan angka plebitis tersebut dengan berbagai upaya, seperti perbaikan SDM keperawatan, mengkaji ulang kompetensi perawat dan bidan, pelatihan tambahan dan lain sebagainya. Apapun yang menjadi tujuan rumah sakit untuk ke arah kualitas yang lebih baik, akan berkorelasi langsung dengan perbaikan kualitas dan performa inputnya dalam hal ini adalah perawat dan bidan.

4. Adanya monitoring kinerja klinik yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkala
Monitoring dan evaluasi merupakan kelanjutan dari dari penentuan indikator kinerja yang telah diuraikan di atas. Monitoring dan evaluasi ini sangat berperan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan dan kebidanan, mengambil langkah korektif untuk perbaikan secepatnya serta mengukur pencapaian sasaran/target. Monitoring dan evaluasi inipun dapat bermanfaat untuk memvalidasi poin perhitungan yang dicapai oleh tiap personil perawat dan bidan, sehingga poin remunerasi yang didapat benar- benar mencerminkan performa klinik yang berkualitas dan reward yang didapatpun sesuai dengan performa yang ditampilkan tersebut.

5. Adanya diskusi refleksi kasus
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat dan bidan yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan dan kebidanan di lapangan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pemahaman standar yang ditetapkan. DRK ini merupakan wahana untuk masalah dengan mengacu pada standar keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan. Selain itu, DRK ini pun dapat meningkatkan profesionalisme perawat dan bidan. Meningkatkan aktualisasi diri perawat dan bidan, membangkitkan motivasi belajar perawat dan bidan, belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar dan meningkatkan kerja sama, memberikan kesempatan individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa merasa tertekan serta memberikan masukan kepada pimpinan sarana kesehatan untuk penambahan dan peningkatan SDM perawat dan bidan (pelatihan,pendidikan berkelanjutan, magang, kalakarya), penyempurnaan SOP dan bila memungkinkan, pengadaan alat.
Mulyana (2006), Komponen PMK, Kumpulan Modul PMK (tidak dipublikasikan)

Kertadikara (2008), Sistem Remunerasi Rumah Sakit dan BLUD, Kumpulan artikel Rumah Sakit, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog ini, berikan komentar atau follow this blog